13 September 2010

Seri Cerita Anak: Maha Besar


Seekor kutu loncat termangu ketika dia keluar dari sarangnya di padang rumput tepi hutan. Si kutu memandang ke padang yang luas sambil berpikir betapa kecilnya dia berdiri di antara rerumputan yang tumbuh subur.
Aku ingin bertemu binatang yang lebih besar dariku.” Gumamnya. Kemudian dia melihat barisan semut lewat. Mereka mengangkut makanan dengan cara gotong royong.
Kutu memanggil salah satu dari semut-semut tersebut, yaitu seekor semut yang berjalan paling akhir. “Hei, Semut!”
Semut itu menoleh dan segera menghampiri si kutu. “Ada apa, kutu?”
Aku senang bisa bertemu denganmu wahai semut. Kau adalah binatang yang lebih besar daripada aku.”
 “Tapi aku bukan yang terbesar. Masih ada yang lebih besar daripada aku.” Semut berkata dengan rendah hati. “Aku pun merasa bahwa aku ini kecil.”
Apa aku bisa bertemu dengan binatang yang lebih besar itu?” Tanya Kutu.
Tentu saja. Ayo ikuti aku. Dia tinggal di dekat sarang semut.” Semut mengajak kutu ke sarangnya.
Di perjalanan, kutu-kutu lain dan binatang-binatang renik lainnya berkata dengan keheranan, “Lihat! Seekor kutu berteman dengan semut.” Namun, Semut dan Kutu tidak memedulikannya. Yang penting bagi mereka adalah bertemu dengan binatang yang besar itu.
Sesampainya di dekat sarang, Semut menunjuk pada sebuah lubang besar. “Nah, di gua itulah dia tinggal. Dia suka mengganggu kami, karena dia suka menggali tanah dan melewati areal pertanian para semut. Aku tidak mau bertemu dengannya.” Ucap Semut dengan muka masam, dia berbalik dan kembali ke sarangnya.
Si kutu mendekati mulut gua dan berseru. “Halo, binatang besar! Aku seekor kutu loncat ingin bertemu denganmu!”
Lalu sebuah kepala berhidung runcing menyembul dari mulu gua. “Apa kau mencariku, makhluk kecil? Aku adalah Tikus tanah. Aku sedang menggali, itulah pekerjaanku.”
Kutu terkagum melihat si tikus tanah. Bulu-bulu di badannya itu pasti hangat dan nyaman baginya. “Wah, kau memang besar. Aku telah bertemu binatang yang lebih besar daripada semut.”
Kau salah, Kutu. Masih ada yang lebih besar lagi. Aku ini merasa kecil di hadapannya.” Sahut Tikus tanah.
Oh, benarkah itu? Siapa yang lebih besar darimu? Maukah kau menunjukkannya padaku?” Pinta Kutu.
Sebenarnya aku tidak berani jika harus berhadapan dengannya karena dia sangat buas dan menakutkan.” Ujar tikus tanah. “Tapi karena kau penasaran, baiklah. Akan kuantar kau. Tapi kita lihat dari jauh saja, ya?”
Baiklah, Tikus. Aku sudah tidak sabar lagi ingin melihat binatang besar itu.” Si kutu loncat sangat antusias.
Kutu naik ke punggung tikus. Mereka melakukan perjalanan melalui jalur bawah tanah yang dibuat oleh sang tikus. Di perjalanan cacing dan rayap menyapa mereka. “Tikus, hati-hati dengan kutu busuk di punggungmu itu. Dia hanya akan menjadi parasit bagi binatang yang berbulu.” Namun, kutu dan tikus lagi-lagi tidak memedulikannya, hingga mereka keluar dari tanah dan tiba di bawah pohon yang rindang. Tikus menoleh ke sana-kemari, takut kalau tiba-tiba binatang buas itu memburunya.
Jadi, dia ada di mana sekarang?” Tanya kutu penasaran.
Tikus hanya menggeleng tanda tidak tahu. Tiba-tiba.... “Meooong!” Ada suara dari atas pohon. Seekor kucing belang melompat turun dari dahan. Dengan demikan, bertambahlah rasa takut si tikus tanah. Cepat-cepat dia beringsut dan melarikan diri. Tinggallah si kutu yang terkagum-kagum berdua dengan kucing.
 “Hahahaha.... Tikus adalah binatang penakut.” Ejek kucing. Dia menunduk ke bawah, menyapa kutu. “Selamat datang, Kutu. Apa yang bisa kulakukan untukmu?”
Wah, kau memang menakutkan. Pandanganmu terlihat culas, bulumu lebat, dan gigimu tajam. Pantas saja si tikus lari terbirit-birit. Tapi aku senang bisa mengenalmu, binatang besar.” Kutu terpana.
Apa aku sebegitu menakutkannya? Aku rasa tidak.” Sahut kucing. “Masih ada yang lebih besar dan berbahaya daripada aku.”
Masih ada lagi??” Kutu terbelalak. “Seberapa besar dan menakutkan dia? Di mana aku bisa menemuinya?”
Kau akan butuh waktu berhari-hari untuk menuju ke sana, tapi aku bisa lebih cepat sampai dengan berlari sebentar.” Kucing membusungkan dada. Dia  agak angkuh di hadapan makhluk sekecil kutu.
Benarkah? Kalau begitu antarkan aku ke sana. Jika aku naik ke punggungmu tidak akan menjadi beban, bukan?” Kutu memohon.
Baiklah.” Setelah kutu naik di punggung kucing, segera binatang berkumis itu berlari ke tengah padang rumput. Dia berhenti agak jauh dari sekawanan sapi yang sedang asyik memamah biak. Kucing menyuruh kutu turun dari punggungnya. “Nah, sekarang kau bisa melihatnya. Binatang besar yang mengerikan itu. Dia adalah sapi.”
Kutu mengamati gerombolan sapi itu sejenak. “Aku rasa tidak ada tampang menyeramkan dari binatang itu, tapi dia memang sangat besar. Mungkinkan dia mau jadi temanku?”
Coba saja kau dekati. Aku tidak mau ikut. Bisa-bisa aku terinjak olehnya, seperti yang telah terjadi pada saudaraku.” Kemudian kucing berlari pulang.
Kucing juga penakut.” Kutu tertawa. Lagi-lagi dia sendiri di tengah padang rumput bersama kawanan sapi. Susah payah dia mendekat dengan hati-hati. Sesekali terdengar suara sapi-sapi mangunyah rumput. Sungguh kutu dibuat terkejut oleh kehadiran mulut sapi yang hendak melahap rumput tempat kutu berdiri. “Stop!!! Jangan kau makan aku!” Seru kutu.
Spontan, sapi yang hendak melahap rumput di depan kutu itu berhenti bergerak. Matanya melongok ke bawah, mencari sumber suara. “Oh maaf, Kutu. Aku tidak tahu kalau kau ada di situ. Sedang apa kamu di sini?”
Aku ingin bertemu denganmu, Sapi. Kau adalah binatang yang sangat besar. Apakah kau makhluk terbesar di dunia ini?”
 “Wahai kutu, Aku memang lebih besar daripada kamu. Tapi aku bukanlah yang terbesar. Ada binatang yang paling besar di padang rumput ini. Kau mau melihatnya. Ayo naik ke badanku, kita akan pergi ke tempat para binatang berkumpul. Kebetulan kelompokku juga akan pergi ke sana untuk minum.”
Seperti yang sudah-sudah, kutu selalu naik ke punggung binatang yang akan mengantarkan ke tempat tujuan. Perjalanan tidak begitu jauh. Mereka tiba di sebuah oase. Lalat dan nyamuk yang sering menghinggapi tubuh sapi menyapa kutu.”Apa kau sekarang tinggal di antara bulu-bulu sapi yang hangat  ini?”
Tidak. Dia mengantarkanku ke tempat di mana binatang paling besar berada.” Jawab kutu.
Setibanya di oase, kutu melihat pemandanan yang belum pernah dia lihat selama dia hidup. Beraneka ragam binatang berduyun-duyun ke situ untuk minum. Mulai dari yang seukuran kucing, hingga yang paling besar. “Hei sapi, apakah dia yang bertelinga lebar dan berhidung panjang itu binatang paling besar?”
Ya, dialah yang paling besar. Tidak ada lagi yang lebih besar daripada gajah di sini.”
Kutu yang berada di punggung sapi benar-benar takjub. “Luar biasa.” Gumamnya. Dia memperhatikan para gajah yang sedang bermain sembur-semburan air.  “Sapi, apakah kau mau lebih mendekat kepada gajah itu agar dia bisa melihatku dan aku bisa berbicara padanya?”
Aku siap menolongmu.” Sapi yang baik hati itu berjalan ke samping seekor gajah dan berkata. “Wahai gajah, sahabat kecilku ingin berkenalan denganmu. Binatang yang paling besar.”
Kutu kecil inikah sahabatmu, Sapi? Tapi sayang seribu sayang. Aku bukanlah yang paling besar di dunia ini. Masih ada yang lebih besar lagi daripada aku.”
Semua terheran. “Apa ada yang masih lebih besar daripada engkau, gajah?” Seekor jerapah bertanya.
Ya.” Kemudian gajah menyuruh seekor elang untuk mengantarkan kutu ke pesisir. “Di laut kau akan menemukan paus biru. Dia binatang paling besar di dunia ini.”
Elang terbang melayang membawa kutu di sela-sela bulunya. Dia sangat gesit dan kuat. Sesampainya di laut, elang menyeruakan suaranya yang nyaring melengking. Dia berputar putar di udara. Tak lama kemudian seekor paus biru muncul dari dalam air. “Apa kau mencariku, elang?” Tanya si raksasa.
Ya, karena aku membawa teman kecil yang ingin berkenalan dengan yang paling besar di dunia.” Sahut elang.  Dia terus terbang berputaran mengitari paus biru.. Sementara si paus tetap berenang sambil sesekali menyelam.
Siapa teman kecil itu?” Tanya paus biru.
Aku. Si kutu loncat dari tepi hutan.” Jawab si kutu. “Sungguh hebat. Aku bisa menyaksikan makhluk terbesar di dunia ini.”
“Begitulah, aku memang makhluk paling besar di Bumi. Tapi apakah kau tidak tahu bahwa masih ada lagi yang lebih besar daripada makhluk yang paling besar sekali pun?” Ujar paus sambil menyemburkan air.
Elang dan kutu keheranan bukan main. “Apakah masih ada yang lebih besar dari engkau, Paus? Seberapa besar dia?”
Ya. Dia yang menciptakan aku dan juga kalian. Dia yang mengatur rizki bagi tiap makhluknya. Dia mempunyai sembilan puluh sembilan sifat yang serba maha. Dialah Sang Maha Besar. Dia adalah Allah.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar