23 September 2010

Huruf Kapital Tak Ditemukan di Solopos


Aktivis blog yang saya banggakan, di laporan analisis kesalahan berbahasa berikut ini, saya pengin mengupas koran lokal Solo, Solopos. 
Membaca koran ini, mengingatkan saya pada kenangan waktu berburu lowongan kerja. Kala itu, saya sudah mengantongi gelar sarjana pendidikan, namun sangat sukar mencari pekerjaan. Tiap hari, bidikan mata selalu fokus ke kolom-kolom iklan di “rajanya” koran seputaran Surakarta ini. Eh, pernah lho, saya mendaftar di sebuah perusahaan via iklan koran ini. Di iklannya, perusahaan tersebut butuh kepala bagian staf administrasi, kepala gudang, sekretaris. Nah, saya tertarik dan mendaftar. Awalnya, mereka tampak profesional. Ada tes administrasi, tes kemampuan, hingga tes psikologi. Tak butuh waktu lama, akhirnya saya lulus dan esoknya suruh kerja berpakaian necis: baju putih, dasi, celana non-jins hitam, dan sepatu kantoran hitam mengilap. Wah, calon eksekutif muda nih, seloroh saya. Eh, ternyata, tak ada hujan angin, saya diminta jualan open, wajan, dan alat dapur lainnya dari rumah ke rumah, dari kampung ke kampung. He..he..he…
 Oke. Kembali ke analisis kesalahan berbahasa, saya mengambil satu sampel pada pemberitaan hari Kamis, 23 September 2010. Di hari itu, media cetak dan elektronik memberitakan pembantaian tiga polisi oleh oknum yang diduga teroris. Sungguh sebuah drama pilu yang mengoyak harga diri negara.  
Inilah redaksional berita utama Solopos. Saya sengaja hanya mencuplik dua alinea.

Teroris tembak mati 3 polisi

Deli Serdang (Espos)   Langkah Polri memberangus terorisme mendapatkan perlawanan. Segerombolan orang bersenjata laras panjang menyerbu Mapolsek Hamparan Perak, Deli Serdang, Sumatra Utara, Rabu (22/9) dini hari. Tiga orang polisi tewas, dua lainnya selamat.
Serangan tersebut mengejutkan semua pihak karena hanya berselang satu hari setelah tim Densus 88 antiteror menangkap 19 orang terkait perampokan Bank CIMB Niaga Medan yang juga terduga jaringan teroris Al Qaedah Aceh. Tiga di antaranya bahkan harus meregang nyawa karena melawan saat akan disergap.


Ada beberapa kekurangtepatan berbahasa di laporan itu. Setidaknya hal itu terlihat dari penulisan judul. Sekadar informasi, sebenarnya itulah gaya Solopos dan media-media turunanya dalam menuliskan judul berita. Tengoklah harian Bisnis Indonesia dan Harian Jogja. Dua koran itu memiliki gaya penulisan judul yang sama dengan Solopos, yaitu hanya menuliskan huruf awal kapital di awal kata. 

sumber: image shack

 
Lalu, bagaimana sebenarnya penulisan judul tulisan yang tepat dan baik?
Baiklah, kita buka kembali Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indoensia yang Disempurnakan. Di bagian Pemakaian Huruf Kapital pada poin ke 11 dituliskan, Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan, kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
Misalnya:
Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.
Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.
Dia adalah agen surat kabar Sinar Harapan.
Ia menyelesaikan makalah ”Asas-Asas Hukum Perdata”.

Nah cukup jelas, kan, aturannya. Mudah-mudahan pemangku kepentingan di redaksi Solopos kembali mempertimbangkan menuliskan judul sesuatu dengan kaidah.
Semestinya redaksional judul tersebut menjadi Teroris Tembak Mati 3 Polisi. Akan tetapi, semua memang kembali kepada kebijakan redaksioanl di media yang bersangkutan.

Analisis lainnya tertuju pada kalimat:

Tiga orang polisi tewas, dua lainnya selamat.

Ada kata mubazir yang terletak pada subjek, yaitu tiga orang polisi. Kata orang sebaiknya dihapus saja karena sudah jelas polisi adalah orang, bukan makhluk lainnya.

 Analisis terakhir tertuju ke kalimat:

Serangan tersebut mengejutkan semua pihak karena hanya berselang satu hari setelah tim Densus 88 antiteror menangkap 19 orang terkait perampokan Bank CIMB Niaga Medan yang juga terduga jaringan teroris Al Qaedah Aceh.

Penulisan Densus 88 antiteror sebaiknya menggunakan huruf kapital pada kata antiteror. Hal itu karena Densus 88 Antiteror merupakan nama yang melekat.

Akhirnya, semoga bangsa Indonesia selalu diberi ketabahan dalam menghadapi semua musuhnya. Mudah-mudahan para pemimpin bangsa diberi kekuatan untuk selalu menjaga martabat dan eksistensi negeri ini.
Sebagai catatan akhir, saya kutip sebuah kalimat dahsyat dari pendiri bangsa, Bung Karno:

sumber: marhaenisme.files.wordpress.com
Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah tapi perjuanganmu lebih susah karena melawan bangsamu sendiri”

Dengan gelora semangat dari Ir Sukarno tersebut, semoga karakter bangsa Indonesia kembali menjadi negara gemah ripah loh jinawi, berbineka tunggal ika, serta bekerja dalam persamaan dan toleransi dalam perbedaan.

3 komentar:

  1. wh kagum dengna petikan bung karno, bos. inspiratif. thanks

    BalasHapus
  2. kembali kasih Bos. Sila ambil hikmah misal ada. Sila juga mengomentari ulasan kebahasaannya :)

    BalasHapus
  3. Indonesia memang haru selalu belajar dari sejarah buat selalu lebih baik

    BalasHapus