21 September 2010

"Yang Penting Jaksa Non-kasir"?


"Kejaksaan Harus Dibersihkan". Demikian judul utama Koran Tempo edisi Minggu, tanggal 19 September 2010. Mengikuti arus utama (bahasa kerennya: mainstream), harian ini juga menyerukan agar Kejaksaan Agung dipimpin oleh jaksa dari luar institusi kejaksaan.
Geli yang mafhum (bukan mahfum) langsung muncul saat membaca judul tambahan/kutipan. Kalimat tersebut mengutip pernyataan Denny Indrayana, Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Denny Indrayana, lewat lewat saluran telgam (telepon genggam). Begini redaksionalnya: ”Yang penting jaksa ’non-kasir’. (Kasir sah-sah saja menjadi petinggi kejaksaan apabila ia sekarang sukses menapaki cita-cita menjadi jaksa dan afdalnya lagi non-karier :) ). Mungkin (kah) maksud tulisan tersebut adalah ’non-karier’,
Baiklah. Penulis mulai menganalisis kerancuan berbahasa di berita utama harian edisi nomor 3302 tahun x berikut.
Setidaknya saya menemukan kesalahan kecil di teras berita.



JAKARTA – Kalangan ahli hukum dan aktivis antikorupsi menyatakan Kejaksaan Agung saat ini memerlukan figur pemimpin yang berani membersihkan lembaga itu dari praktek korupsi dan mafia hukum. ”Bukan sosok yang sekadar antikorupsi, tapi juga berani memperbaiki internal kejaksaan,” kata Ketua Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar saat dihubungi kemarin.

Kesalahan terletak pada istilah praktek. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa menonbakukan lema praktek. Menurut dia, istilah yang baku adalah praktik. Praktik merupakan nomina yang memiliki arti:
1. pelaksanaan secara nyata apa yang disebut dalam teori
2. pelaksanaan pekerjaan (tentang dokter, pengacara, dan sebagainya)
3. perbuatan menerapkan teori; pelaksanaan

Mungkin (kah) ini kebijaksanaan redaksi Tempo untuk memakai kata praktek—alih-alih praktik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar