17 Oktober 2010

Nah, Inilah Alasan Kenapa Buku Sastra Tak Dapat Penghargaan Sastra...




Titik pijak pertimbangan dalam pemberian sebuah penghargaan sastra adalah "kanon literer". Amat muskil sebuah karya memperoleh predikat "wah" apabila jauh dari kanon tersebut. Arkian, beberapa alasan berikut menjadi argumentasi betapa sebuah karya sastra benar-benar menjauh dari kemujuran untuk berjuluk "sang pemenang". Tema dan masalah yang diangkat cenderung tidak mengalami "pendalaman", bahkan ada yang cenderung hanya pengin bertausiah lewat sastra, memberi nasihat, dan "sok moralis". Fakta cerita dan sarana-sarana sastra yang ada juga tidak diberdayakan secara maksimal sehingga tingkat kemasukakalan atau plausibilitasnya rendah, aspek lifelike terabaikan, dan pada gilirannya terasa janggal, tanpa kejutan, datar, membosankan. Hal demikian dapat dipahami karena sebagian besar karya sudah diberi "label" tertentu (novel motivasi, novel religius, novel penyejuk hati, novel ajaran, dan lain-lain) yang akibatnya karya-karya itu menjadi sangat tendensius dan terkesan sebagai karya pesanan. Bahkan, gambar sampul buku pun telah mengisyaratkan hal yang fashionable.

Sobat,
Itulah beberapa catatan—sebagai pertanggungjawaban—yang dikemukakan oleh dewan juri dalam perhelatan Penghargaan Sastra Balai Bahasa Yogyakarta Tahun 2010. Sebagaimana kita ketahui, Oktober ini adalah hajatan akbar bagi insan bahasa dan sastra karena bertepatan dengan Bulan Bahasa. Tak ketinggalan, Balai Bahasa Yogyakarta menyelenggarakan perhelatan terkait bahasa dan sastra. Di antaranya, Penghargaan Bahasa dan Sastra Balai Bahasa Yogyakarta Tahun 2010.

Tentang penghargaan bahasa, tahun ini mereka menyeleksi buku pengayaan pelajaran IPS kelas IV, V, dan VI. Ada 54 buku yang masuk ke panitia dari penerbit di DIY. Hanya saja, buku terseleksi tinggal 23 judul. Kriteria penilaian meliputi (1) kesesuaian materi dengan kurikulum sebagai bahan pengayaan, (2) kelengkapan isi/materi, (3) kegunaan dalam pembelajaran dan penambahan wawasan, dan (4) penggunaan bahasa Indonesia dalam penyampaian. Dalam hal penggunaan bahasa Indonesia, pencermatan dilakukan melalui beberapa segi berikut: penerapan ejaan, diksi dan istilah, struktur kalimat, dan penalaran.   

Perihal penghargaan sastra, karya yang diseleksi  terbitan tahun 2009 dan terjaring sejumlah 21 judul; terdiri atas 4 kumpulan puisi, 1 kisah perjalanan, dan 16 novel. Sayang, kumpulan cerpen dan naskah drama tidak ada.

Akhirnya, pada 15 Oktober 2010, malam anugerah Penghargaan Bahasa dan Sastra Indonesia 2010 Balai Bahasa Yogyakarta digelar di Jogja Expo Center. Muka-muka ceria tanpa terharu bahagia menerima penghargaan.

Nah, buku-buku bahasa yang masuk nomine penghargaan bahasa adalah sebagai berikut.
  • Keajaiban Dunia 5: Keajaiban Dunia Modern karya Diana Tri Hartati
  • Teori Ringkas Latihan Soal dan Pembahasan IPS SD Kelas IV, V, VI karya Sulasmi, S.Pd.
  • Terlengkap Serba Tahu Ragam Budaya Nasional karya Dee Novit dan Weki

Adapun nomine penghargaan sastra adalah sebagai berikut.
  • Jejak Kala karya Anindita S. Thayf
  • Tidur Tanpa Mimpi karya Rachmat Djoko Pradopo
  • Titian Sang Penerus karya Alang-alang Timur

Sebagaimana kosmos, ada siang ada malam, ada putih ada hitam, ada gadis ada perjaka, ada riang ada nestapa, begitu juga dalam sebuah laga, ada kalah pun ada menang. Akhirnya sebuah buku didaulat sebagai pemenang penghargaan sastra dan sebuah buku diproklamirkan jadi pemilik penghargaan bahasa. Inilah mereka:

Sulasmi, S.Pd., dengan buku Teori Ringkas Latihan Soal dan Pembahasan IPS SD Kelas IV, V, VI, mendapat Penghargaan Bahasa 2010. Ibu kelahiran 1969 ini adalah seorang pendidik. Ia tinggal di Sleman, DIY. Beberapa tulisannya mendapatkan gelar juga. Di antaranya, Pengaruh Penggunaan Media Komik terhadap Prestasi Belajar IPS Kelas III SD Muhammadiyah Condong Catur mendapat peringkat III tingkat kabupaten tahun 2009, Kreativitas Guru dalam Pembelajaran mendapat peringkat I nasional pada 2006.

Anindita S. Thayf, dengan buku Jejak Kala, mendapat Penghargaan Sastra 2010. Mbak Anindita adalah seorang penulis dan editor. Ia lahir tahun 1978, tinggal di Sleman. Beberapa karyanya, di antaranya, ialah Ranting Cahaya (juara II lomba menulis cerpen Annida 2008), Dunia Dalam Mata (pemenang II lomba menulis esai Rayakultura-Rohto, 2005), Keajaiban untuk Ila (juara I sayembara menulis novel anak Mizan, 2005).



Saya ucapkan selamat kepada sang juara. Semoga tulisan ini memberikan energi positif kepada pembaca agar selalu berkarya. Yuk, kita isi hari dengan membaca dan menulis, selanjutnya membaca dan menulis.

2 komentar:

  1. hmm ... agaknya dewan juri memiliki pertimbangan tersendiri utk menentukan buku yang layak diberikan penghargaan sastra, meski demikian, saya ndak mudheng juga kenapa buku yang dapat penghargaan malah buku non-sastra?

    BalasHapus
  2. demikianlah Pak Sawali, parameter pun kiblat apresiasi sastra sepertinya tidak akan satu harmoni antar-apresiator. sebagaimana licensia puitika. Iya juga ya, Pak, galibnya buku sastra yang diberi penghargaan. pastinya BBY Yogyakarta memiliki pertimbangan sendiri

    BalasHapus